PERKENALAN
Agar
seorang pegawai baru merasa diterima sebagai anggota keluarga dan tidak sebagai
orang “luar”, pegawai baru tersebut perlu diperkenalkan kepada berbagai pihak,
terutama dengan orang-orang dengan siapa dia akan sering berhubungan dalam
rangka pelaksanaan tugasnya kelak. Pihak- pihak yang perlu segera dikenalnya
antara lain ialah atasan langsungnya dari siapa ia akan menerima perintah atau
instruksi dan kepada siapa dia melapor, rekan-rekan sekerjanya dalam satu
satuan kerja di mana dia akan ditempatkan, para pejabat dan petugas di bagian
pendidikan dan pelatihan dan, kalau ada, kepada orang yang berperan memberikan
konseling, orang yang akan dibutuhkannya untuk berkonsultasi dan meminta
nasehat dalam hal pegawai baru itu menghadapi masalah dalam kehidupan
organisasionalnya.
Jika
berbagai aspek program pengenalan yang telah dibahas di muka telah dilakukan
dengan baik, mamfaat yang segera dapat dipetik antara lain ialah :
a. Cepatnya pegawai baru melakukan penyesuaian yang diperlukan,
b. Hilangnya keragu-raguan dalam diri pegawai baru itu tentang cocok
tidaknya organisasi sebagai tempat berkarya,
c. Tumbuhnya harapan kekaryaan yang realistic,
d. Segera dapat memberikan sumbangan yang positif bagi organisasi yang
terwujud dalam produktivitas yang tinggi,
e. Makin kecilnya kemungkinan pegawai baru tersebut minta berhenti.
Dengan
perkataan lain, program pengenalan yang baik tidak boleh bersifat “
perpeloncoan”. Artinya , baik penyelia maupun petugas dari bagian pengelola
sumber daya manusia harus berusaha jangan sampai pegawai baru itu dipaksakan
untuk menyerap terlalu banyak informasi dalam waktu yang singkat, disuruh
mengisi terlalu banyajk formulir, diberikan “pekerjaan rumah” yang tidak
mendorong kreativitas, diberi tugas yang terlalu sulit sehingga kemungkinan
gagal menjadi besar, langsung “diterjunkan” melaksanakan tugas tertentu tanpa
persiapan yang memadai dan dihadapkan pada kesenjangan antara informasi yang
bersifat umum dari bagian pengelola sumber daya manusia dan informasi yang
sangat teknis dari penyelia yang turut terlibat.
PENEMPATAN
Banyak
orang yang berpendapat bahwa penempatan merupakan akhir dari proses seleksi.
Menurut pandangan ini, jika seluruh proses seleksi telah ditempuh dan lamaran
seorang diterima, akhirnya seseorang memperoleh status sebagai pegawai dan
ditempatkan pada posisi tertentu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan
tertentu pula. Pandangan demikian memang tidak salah sepanjang menyangkut
pegawai baru. Hanya saja teori manajemen sumber daya manusia yang mutakhir
menekankan bahwa penempatan tidak hanya
berlaku bagi para pegawai baru, akan tetapi berlaku pula bagi para
pegawai lama yang mengalami alih tugas dan mutasi. Berarti konsep penempatan
mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi sekalipun. Dikatakan demikian
karena sebagaimana halnya dengan pegawai baru, pegawai lamapun perlu direkrut
secara internal, perlu dipilih dan biasanya juga menjalani program pengenalan
sebelum mereka ditempatkan pada posisi yang baru dan melakukan pekerjaan baru
pula.
A. Promosi
Telah umum diketahui bahwa yang dimaksud
dengan promosi ialah apabila seorang pegawai dipindahkan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan yang lainnya yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatannya dalam
hierarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya pun lebih besar pula. Setiap
pegawai mendambakan promosi karena dipandang sebagai penghargaan atas
keberhasilan seseorang menunjukkan prestasi kerja yang tinggi dalam menunaikan
kewajibannya dalam pekerjaan dan jabatan yang dipangkunya sekarang, sekaligus
sebagai pengakuan atas kemampuan dan potensi yang bersangkutan untuk menduduki
posisi yang lebih tinggi dalam organisasi. Promosi dapat terjadi tidak hanya
bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial, akan tetapi juga bagi mereka
yang bersifat teknikal dan non manajerial. Bagi siapapun promosi itu diberlakukan,
yang penting ialah bahwa pertimbangan-pertimbangan yang digunakan didasarkan
pada serangkaian criteria yang obyektif, tidak pada selera orang yang mempunyai
kewenangan untuk mempromosikan orang lain.
Organisasi pada umumnya menggunakan dua
criteria utama dalam mempertimbangkan seseorang untuk dipromosikan, yaitu
prestasi kerja dan senioritas. Promosi yang didasarkan pada prestasi
kerja mengunakan hasil penilaian atas hasil karya yang sangat baik
dalam promosi atau jabatan sekarang. Dengan demikian promosi tersebut dapat
dipandang sebagai penghargaan organisasi atas prestasi kerja anggotanya itu.
Akan tetapi promosi demikian harus pula didasarkan pada pertimbangan lain,
yaitu perhitungan yang matang atas potensi kemampuan yang bersangkutan
menduduki posisi yang lebih tinggi. Artinya perlu disadari bahwa mempromosikan
seseorang bukannya tanpa resiko, dalam arti bahwa tidak ada jaminan penuh bahwa
orang yang dipromosikan benar-benar memenuhi harapan organisasi. Karena itulah
analisis yang matang mengenai potensi yang bersangkutan perlu dilakukan.
Praktek promosi lainnya ialah yang
didasarkan pada senioritas. Promosi berdasarkan senioritas
berarti bahwa pegawai yang paling berhak dipromosikan ialah yang masa kerjanya
paling lama. Banyak p\organisasi yang menempuh cara ini dengan tiga
pertimbangan , yaitu :
a. Sebagai penghargaan atas jasa-jasa seseorang paling sedikit dilihat dari
segi loyalitas kepada organisasi.
b. Penilaian biasanya bersifat obyektif karena cukup dengan membandingkan
masa kerja orang-orang tertentu yang dipertimbangkan untuk dipromosikan.
c. Mendorong organisasi mengembangkan para pegawainya karena pegawai yang
paling lama berkarya akhirnya akan mendapat promosi.
Cara ini
mengandung kelemahan, terutama pada kenyataan bahwa pegawai yang paling senior
belum tentu merupakan pegawai yang paling produktif. Juga belum tentu paling
mampu bekerja. Kelemahan tersebut memang dapat diatasi dengan adanya program
pendidikan dan pelatihan, baik yang diperuntukkan bagi sekelompok pegawai yang
melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu maupun yang secara khusus diperuntukkan
bagi para pegawai senior tertentu yang akan dipertimbangkan untuk dipromosikan.
B. Alih Tugas
Dalam rangka penempatan, alih tugas dapat
mengambil salah satu dari dua bentuk. Bentuk pertama adalah penempatan
seseorang pada tugas baru dengan tanggung jawab, hierarki jabatan dan
penghasilan yang relative sama dengan statusnya yang lama. Dalam hal demikian
seorang pegawai ditempatkan pada satuan kerja baru yang lain dari satuan kerja
di mana seseorang selama ini berkarya. Bentuk lain adalah alih tempat. Jika
cara ini yang ditempuh, berarti seorang pekerja melakukan pekerjaan yang sama
atau sejenis, penghasilan tidak berubah dan tanggung jawabnya pun relative
sama. Hanya saja secara fisik lokasi tempatnya bekerja lain dari yang sekarang.
Pendekatan yang kedua ini tentunya hanya mungkin ditempuh apabila organisasi
mempunyai berbagai satuan kerja pada banyak lokasi.
Dasar pemikiran untuk menempuh cara ini
adalah keluwesan dalam manajemen sumber daya manusia. Artinya para pengambil
keputusan dalam organisasi harus memiliki wewenang untuk realokasi sumber daya,
dana dan sumber daya manusia sedemikian rupa sehingga organisasi secara tangguh
mampu menghadapi berbagai tantangan yang timbul, baik internal maupun
eksternal. Melalui alih tugas para manajer dalam organisasi dapat secara lebih
efektif memanfaatkan tenaga kerja yang terdapat dalam organisasi . Akan tetapi
melalui alih tugas para pegawai pun sesungguhnya memperoleh manfaat yang tidak
kecil antara lain dalam bentuk :
a. Pengalaman baru,
b. Cakrawala pandangan yang lebih luas,
c. Tidak terjadinya kebosanan atau kejenuhan,
d. Perolehan pengetahuan dan keterampilan baru,
e. Perolehan perspektif baru mengenai kehidupan organisasional,
f. Persiapan untuk menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi,
g. Motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan
situasi baru yang dihadapi.
C. Demosi
Demosi berarti bahwa seseorang, karena
berbagai pertimbangan mengalami penurunan pangkat atau jabatan dan penghasilan
serta tanggung jawab yang semakin kecil. Dapat dipastikan bahwa tidak ada
seorang pegawai pun yang senang mengalami hal ini.
Pada umumnya demosi dikaitkan dengan
pengenaan suatu sanksi disiplin karena berbagai alasan, seperti :
a. Penilaian negatif oleh atasan, karena prestasi yang tidak/kurang
memuaskan,
b. Perilaku pegawai yang disfungsional, seperti tingkat kemangkiran yang
tinggi,
Akan tetapi
tidak sedemikian gawatnya sehingga yang bersangkutan belum pantas dikenakan
hukuman yang lebih berat seperti pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Situasi lain yang ada kalanya berakibat
pada demosi karyawan ialah apabila kegiatan organisasi menurun, baik sebagai
akibat factor-faktor internal maupun eksternal, tetapi tidak sedemikian
gawatnya sehingga terpaksa terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal demikian
organisasi memberikan pilihan kepada para karyawannya, yaitu antara demosi
dengan segala akibatnya dan pemutusan hubungan kerja dengan perolehan hak-hak
tertentu seperti pesangon yang jumlahnya didasarkan atas suatu rumus tertentu
yang disepakati bersama.
Suatu perkembangan yang sangat menarik
dalam manajemen sumber daya manusia ialah terjadinya demosi atas pilihan dan
kemauan pegawai yang bersangkutan sendiri. Misalnya, dalam hal seorang pegawai
mengalami frustasi dalam pekerjaannya sekarang, apapun factor-faktor penyebab
frustasi tersebut seperti stress yang terlalu kuat, kesadaran yang bersangkutan
bahwa beban tugasnya terlalu berat, jauhnya tempat tinggalnya dari tempat
pekerjaan dan lain sebagainya. Pegawai yang bersangkutan dimungkinkan
mengajukan permohonan dialihtugaskan pada pekerjaan dan jabatan yang
diperkirakan lebih dapat dikuasai dan dilakukannya dengan lebih baik. Alasan
lain mengapa hal demikian bias terjadi ialah karena pegawai yang bersangkutan
menilai bahwa terus bertahan pada posisi sekarang dapat berakibat pada tidak
mungkin lagi seseorang meniti karier yang lebih tinggi, sedangkanalih tugas
yang bersifat demosi untuk jangka panjang dapat berakibat pada semakin
terbukanya promosi baginya di kemudian hari.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Yang
dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja ialah apa ikatan formal antara
organisasi selaku pemakai tenaga kerja dan karyawannya terputus. Banyak factor
yang dapat menjadi penyebab terjadinya pemutusan hubungan kerja tersebut
seperti :
1. Alasan pribadi pegawai tertentu,
2. Karena pegawai dikenakan sanksi disiplin yang sifatnya berat,
3. Karena factor ekonomi seperti resesi, depresi atau stagflasi
4. Karena adanya kebijaksanaan organisasi untuk mengurangi kegiatannya yang
pada gilirannya menimbulkan keharusan untuk mengurangi jumlah pegawai yang
dibutuhkan oleh organisasi.
Pada dasarnya pemutusan hubungan kerja
mengambil dua bentuk utama, yaitu berhenti dan diberhentikan.
A. Pemberhentian Normal
Yang dimaksud dengan pemberhentian normal
ialah apabila seseorang tidak lagi bekerja pada organisasi karena berhenti atas
permintaan sendiri, berhenti karena sudah mencapai usia pensiun arena meninggal
dunia.
Seorang pegawai yang berhenti atas
permintaan sendiri berarti mengambil keputusan bahwa hubungan kerja dengan
organisasi tidak lagi dilanjutkan. Berbagai alasan dapat menjadi penyebab
diambilnya keputusan tersebut yang biasanya bersifat pribadi. Dalam hal
demikian organisasi tidak berhak menolak keputusan pegawai yang bersangkutan
dan oleh karenanya mau tidak mau harus dikabulkan. Memang ada kalanya
organisasi dengan berbagai cara mendorong para pegawainya berhenti, seperti
misalnya dalam hal akan terjadi surplus tenaga kerja sebagai akibat menurunnya
kegiatan organisasi.
Alasan lain mengapa ada pegawai yang
berhenti ialah karena sudah mencapai usia pension. Pemensiunan pegawai
dapat mengambil dua bentuk. Bentuk pertama ialah karena keharusan pension
setelah mencapai usia tertentu. Keharusan ini biasanya diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku umum dan berdasarkan peraturan kepegawaian yang
berlaku bagi para karyawan suatu organisasi tertentu. Berarti apabila seseorang
telah mencapai usia tertentu, ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan dan
pekerjaannya dengan hak pension. Batas usia pensiun tidak perlu seragam bagi
semua pegawai. Artinya, bisa saja terjadi bahwa bagi pegawai yang sifat
pekerjaannya memerlukan kekuatan fisik, usia pensiunnya lebih pendek. Sedangkan
bagi mereka yang sifat pekerjaannya lebih memerlukan kesegaran mental, batas
usia pensiunnya dapat lebih panjang. Beberapa contoh bagi kategori pertama
ialah pengemudi, pekerja tambang, pekerja kasar di perusahaan bangunan dan
lain-lain pekerjaan sejenis. Sedangkan contoh-contoh yang termasuk kategori
kedua ialah para manajer, guru, dosen, peneliti, hakim dan lain sebagainya.
Harus diakui bahwa batas usia pensiun dapat
berbeda dari satu organisasi ke organisasi yang lain. Bahkan juga dari suatu
Negara ke Negara lain. Berbagai factor yang dipertimbangkan dalam menentukan
batas usia pensiun tersebut antara lain ialah :
a. Jenis pekerjaan,
b. Kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya,
c. Situasi perekonomian, baik secara mikro maupun makro,
d. Harapan hidup,
e. Situasi ketenagakerjaan.
Kiranya
relevan untuk menambahkan bahwa salah satu bentuk pemensiunan pegawai adalah
pemensiunan yang dipercepat. Artinya, baik atas dorongan organisasi maupun atas
kemauan pegawai yang bersangkutan sendiri, dimungkinkan pemensiunan yang lebih
awal dari keharusan pensiun yang ditetapkan dalam peraturan yang sifatnya
normative. Apabila prakarsa datangnya dari organisasi, terdapat dua pertimbangan
yang menjadi dasarnya, yaitu ;
1. Menurunnya kegiatan organisasi sehingga dirasa perlu untuk mengurangi
jumlah pegawai dan dengan demikian mengurangi beban pembiayaan, terutama yang
diperuntukkan bagi belanja pegawai.
2. Dirasakan adanya kebutuhan untuk “menciptakan lowongan” bagi para
pegawai tertentu yang dipandang layak dipromosikan, tetapi terhalang oleh
adanya tenaga-tenaga yang lebih senior tetapi sebenarnya sudah kurang
produktif.
Penyebab
ketiga terjadinya pemberhentian ialah karena ada pegawai yang meninggal dunia.
Meskipun hal demikian tidak diharapkan terjadi, akan tetapi kenyataan
menunjukkan bahwa karena berbagai sebab, ajal seseorang itu, cepat atau lambat,
pasti tiba. Peristiwa seperti itu tidak selalu dapat diperhitungkan sebelumnya.
Tetapi akibatnya harus ditanggung dalam arti pengisian lowongan yang timbul dan
penyelesaian hak pegawai yang meninggal itu dengan ahli warisnya. Meskipun
benar bahwa tibanya ajal seseorang tidak dapat diduga sebelumnya, dewasa ini
makin banyak organisasi yang membantu para karyawannya agar hidup lebih sehat,
misalnya dengan menyediakan fasilitas olah raga atau dengan mendorong para
karyawannya aktif menjaga kondisi fisiknya melalui berbagai cara.
B. Pemberhentian Tidak Atas Permintaan Sendiri
Pemutusan hubungan kerja dalam bentuk
pemberhentian pegawai tidak atas kemauan sendiri dapat terjadi karena dua sebab
utama.
Pertama, karena menurunnya kegiatan organisasi yang
cukup gawat sehingga organisasi terpaksa mengurangi jumlah karyawannya. Dalam
hal demikian pemutusan hubungan kerja itu dapat bersifat permanen, akan tetapi
dapat pula bersifat sementara. Jika bersifat permanen berarti pimpinan
organisasi memperkirakan bahwa gambaran masa depan organisasi tidak cerah untuk
kurun waktu yang cukup panjang. Sebaliknya jika pemutusan hubungan kerja itu
bersifat sementara, berarti situasi yang dihadapi diperkirakan tidak
berlangsung lama. Factor penyebabnya belum tentu karena menurunnya kegiatan
organisasi, akan tetapi karena factor-faktor lain seperti karena peremajaan
mesin, alih teknologi, perubahan situasi persaingan, pergeseran preferensi
konsumen dan lain sebaginya.
Dalam hal terjadinya pemutusan hubungan
kerja yang sifatnya sementara, pertanyaan yang menantang untuk dipikirkan dan
ditemukan jawabannya ialah siapa yang diberhentikan. Apakah tenaga kerja senior
atau pegawai yang relative baru. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya tenaga
seniorlah yang diberhentikan :
a. Dari penghasilan mereka selama ini sangat mungkin mereka sudah memiliki
tabungan,
b. Jika dipanggil kembali bekerja mereka tidak kehilangan senioritasnya.
Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa
pegawai yeng relative barulah yang diberhentikan karena :
a. Belum banyak jasa yang diberikannya kepada organisasi,
b. Kesempatan bagi mereka pindah ke pekerjaan lain lebih besar.
Kedua, karena pengenaan sanksi disiplin yang berat akibat pada pemutusan
hubungan kerja. Artinya bisa saja terjadi bahwa karyawan melakukan pelanggaran
tertentu sedemikian rupa sehingga kelanjutan kehadirannya dalam organisasi
dipandang tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Dalam hal demikian,
pengenaan sanksi berat tersebut dapat mengambil satu dari dua bentuk :
a. Pegawai yang dikenakan sanksi disiplin berat itu diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri,
b. Pemberhentian tidak dengan hormat atau pemecatan.
Berbagai bentuk pelanggaran berat yang
berakibat pada pemutusan hubungan kerja itu antara lain ialah :
a. Ketidakjujuran,
b. Perilaku negative yang sangat merusak citra organisasi,
c. Dijatuhi hukuman oleh pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hokum
tetap,
d. Sikap, tindakan dan ucapan yang mengakibatkan keberadaannya dalam
organisasi tidak diinginkan lagi.
Jika terjadi pemberhentian tidak atas
permintaan pegawai yang bersangkutan sendiri, tiga hal perlu mendapat perhatian
manajemen, yaitu :
1. Tindakan tersebut harus merupakan tindakan terakhir dalam arti bahwa
sebelum tindakan tersebut diambil, pegawai yang bersangkutan telah
diperingatkan terlebih dahulu, misalnya dalam bentuk teguran lisan, teguran
tertulis dan pernyataan tidak puas oleh atasan yang bersangkutan.
2. Pegawai yang dikenakan sanksi berat tersebut diberi kesempatan untuk
memahami bahwa sanksi tersebut dikenakan kepadanya berdasarkan criteria yang
obyektif. Artinya yang bersangkutan harus mengetahui dengan jelas apa
kesalahannya, ketentuan apa yang dilanggarnya dan bahwa hukumannya itu setimpal
dengan kesalahan yang diperbuatnya. Bahkan suatu hal yang sangat baik apabila
kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.
3. Jika manajemen tetap berpendapat bahwa keputusan yang telah diambil tidak
bisa diubah lagi, pejabat atau petugas pengelola sumber daya manusia perlu
menyelenggarakan “exit interview” yang tujuan utamanya adalah untuk
mengusahakan bahwa pegawai yang bersangkutan meninggalkan organisasi dengan
sikap yang wajar. Artinya dapat menerima keputusan yang baginya pasti pahit,
tetapi tidak disertai oleh pandangan yang teramat negative terhadap organisasi.
Memang benar
bahwa terjadinya pemberhentian pegawai tidak dapat dielakkan, baik karena
alasan yang sifatnya alamiah maupun karena pertimbangan organisasional. Bahkan
pada tingkat tertentu hal tersebut perlu terjadi karena setiap organisasi
selalu memerlukan tenaga baru yang dengan pemikiran mutakhir, ide baru dan cara
kerja baru membuat organisasi lebih dinamik dan lebih tangguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar