a. Analysis Stage
Tahap analisis merupakan langkah awal dalam
DPWB yang berisikan 2 phase yaitu : analisis masalah dan analisis komponen
pembelajaran. Dokumentasi dari proses DPBW dimulai dalam tahapan ini. Dokumentasi
dari proses DPBW dimulai dalam tahapan ini. Penulisan dokumen ini merupakan
bagian dari laporan yang lebih besar,umumnya diketahui sebagai Design Document
(DD). Perancang menggunakan DD untuk menguraikan prosedur yang digunakan,
keputusan yang dibuat, dan laporan yang dihasilkan. Termasuk rasionalitas dan
justifikasi dalam DD kenapa keputusan itu dibuat dan siapa yang melakukannya.
1) Problem Analysis
Tujuan dari phase ini adalah untuk
menginvestigasi permasalahan yang muncul dan mengidentifikasi solusi yang
dianggap paling tepat. Ada beberapa langkah yang terkait dalam kajian ini yaitu
adanya jurang antara unjuk kerja yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi.
Perbedaan itu terjadi karena kurangnya
keterampilan, pengetahuan dan motivasi dalam membuat DPWB.
Horton (2000) menyatakan bahwa jika
pembelajaran dianggap sebagai solusi yang paling tepat maka desainer juga harus
menentukan system penyampaian pesan yang paling tepat. Salah satu factor
berpengaruh yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan kelayakan PBW adalah
alat evaluasi dan dukungan yang tersedia di institusi di mana PBW akan
dilaksanakan. PWB diciptakan dan dikembangkan dengan merancang halaman web.
Menyediakan dan menggunakan alat serta system manajemen yang memiliki fasilitas
khusus untuk merancang pembelajaran
secara online. Desainer harus memiliki akses terhadap semua komponen
pendukung baik perangkat keras maupun perangkat lunak.
2) Instructional Component Analysis
Phase kedua dari analysis yang diperlukan
desainer untuk menganalisis empat
komponen dari situasi pembelajaran. Empat komponen itu adalah (1) goals,
(2) context, (3) learners, dan (4) instructional content.
(Davidson, 1990; Davidson-shiver 1998). Pertanyaan berikut dapat digunakan
sebagai kerangka analisis ini.
Ø
Apa tujuan PBW ?
Ø
Apa konteks PBW ?
Ø
Siapa peserta didiknya ?
Ø
Apa konten
pembelajarannya?
3) Instructional Goal Analysis
Phase kedua dimulai dengan
mengidentifikasikan tujuan pembelajaran. Pernyataan umum yang menyatakan apa
yang didapatkan peserta didik setelah tujuan pembelajaran PBW lengkap. Level
hasil belajar yang akan dicapai dinyatakan dalam phase ini. Dalam DPBW, pernyataan
tentang kejelasan tujuan pembelajaran dalam bentuk level capaian yang
diharapkan sangat penting, sebab system evaluasi dan criteria penilaian harus
dapat dipahami peserta didik. Peserta didik dapat melihat langsung secara nyata
apa tujuan yang ingin dicapai dalam setiap level pembelajaran.
4) Instructional Context Analysis
ICA (Instructional Context Analysis)
merupakan analisis situasi lingkungan yang terjadi pada waktu yang akan datang
dalam model DPWB. Antara lain adalah menguraikan lingkungan di mana DPBW
dirancang dan diajarkan. Selanjutnya, mengkaji infrastruktur secara
organisasional, kompetensi yang dimiliki personal, akses peserta didik terhadap
teknologi, dan daya dukung fasilitas yang tersedia.
Lingkungan merupakan komponen penting dalam
merancang PBW. Misalnya, DPBW untuk SMP, SMA/SMK atau PT memiliki karakteristik
berbeda. Desainer harus betul-betul memahami kondisi lingkungan agar
menyesuaikan konten yang disediakan dalam
DPBW.
Infrastruktur harus menjadi pertimbangan
karena tanpa dukungan infrastruktur yang baik
DPBW tidak mungkin dapat berjalan optimal. Sumber daya pendukung seperti
teknisi atau laboran dipastikan tersedia
secara lengkap.
5) Linear’s Analysis
Tujuan
dari LA (learner’s analysis) menurut Davidson (1999) adalah untuk
mengidentifiksikan minat peserta didik,
kebutuhan, kemampuan dan juga pengetahuan awal, keterampilan, dan pengalaman.
Misalnya, menentukan minat, bakat dan
keterampilan kelompok belajar adalah kebutuhan untuk menciptakan contoh- contoh yang tepat dalam pembelajaran dan latihan-latihan
praktik yang relevan.
DPBW
dilaksanakan secara individu yang mengharapkan adanya motivasi tinggi dari
peserta didik untuk belajar mandiri. Oleh karena itu, desainnya harus dapat
memberikan dorongan kepada peserta didik untuk mengikuti pembelajaran yang
sesuai dengan minat bakat dan keterampilan peserta didik.
6) Instructional Content Analysis
Para desainer menentukan struktur dan
urutan dari langkah utama dan keterempilan tambahan yang akan dipresentasikan dalam DPBW.
Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui di mana DPBW harus dimulai dan
keterampilan awal apa yang diperlukan oleh seseorang peserta didik untuk
berpartisipasi secara baik. Sesuai dengan teori yang melandasi DPBW bahwa belajar
dengan konsep pendekatan belajar mandiri harusnya mengikuti langkah-langkah
pembelajaran secara bertahap. Tahapan materi ini memungkinkan peserta didik
dapat mengikuti dan menguasai dari yang paling sederhana sampai yang kompleks.
b. Evaluation Planning Stage
EPS (Evaluation Planning Stage)
mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
1) Siapa stakeholder-nya ?
2) Apa yang dievaluasinya ?
3) Siapa evaluator dan reviewer-nya?
4) Bagaimana metode evaluasinya ?
5) Kapan dan bagaimana evaluasi itu diambil ?
6) Apa jenis keputusan yang perlu dibuat dan rencana desain PBW dan
bagaimana mengembangkannya.
Bagian akhir dari rencana evaluasi formatif adalah ujicoba
dengan pengguna akhir. Lalu point lainnya adalah mencoba membuat perbandingan
antara model DPBW jika dibandingkan model di tradisional. Implemementasi awal
digunakan untuk uji lapangan dari protipe.
Bagian kedua dari langkah rencana evaluasi
adalah mengembangkan rencana awal untuk evaluasi sumatif. Hal ini penting dalam
model DPBW. Sering terjadi di mana data tentang produk pembelajaran dan praktik
tidak terkumpul sebelum sebuah inovasi baru diperkenalkan dan kemudian di
evaluasi yang bernilai menjadi hilang. Tujuan dari rencana preliminary
evaluasi sumatif meyakinkan bahwa terjaminnya
kebutuhan pengumpulan data yang terjadi pada desain sebelumnya dan dapat dijadikan dasar perencanaan
pembelajaran baru.
c. Concurrent Design Stage
Berdasarkan temuan pada tahapan analisis
dan rencana evaluasi (Rasmussen & Shivers : 2003), maka tahapan berikutnya
adalah proses desain, pengembangan, implementasi awal dan evaluasi.
1) Preplanning Activities
Tahapan desain yang disetujui secara actual
dimulai dengan kegiatan preplanning, diutamakan untuk memulai proses
perancangan yang terkait dengan rancangan biaya dan alokasi sumber daya.
Desainer pembelajaran atau manajer proyek dapat mengidentifikasi tugas-tugas utama dan waktu yang diperlukan
untuk mengembangkan DPBW.
2) Design Processes
Proses desain mencakup tujuan khusus dan
bentuk asesmen (Gagne, dkk :1992) yang diperlihatkan dalam bentuk TOAB (Task-Objective-Assesment
Item Blueprint). TOAB berisikan
identifikasi tugas pembelajaran (konten) tujuan DPBW, dan contoh item dari
asesmen serta memberikan penjelasan tentang cara menyelesaikan tugas tersebut.
Strategi pembelajaran dan motivasi perlu juga direncanakan dan dokumentasikan
dalam lembar kerja strategi DPBW. Lembar kerja ini menjadi blueprint kedua dari produk DPBW.
3) Development Processes
Strategi pengembangan dalam bentuk
pengulangan desain DPBW tidak perlu menunggu desain selesai secara lengkap.
Setelah satu seksi desain dapat diselesaikan, selanjutnya dilakukan
pengembangan dalam bentuk penyempurnaan secara simultan. Langkah-langkah
seperti ini selalu dilakukan dalam pengembangan DPWB yang secara terus menerus
dikembangkan sesuai dengan masukan (Feedback) yang diperoleh selama
proses desain. Proses desain simultan ini dapat membantu desainer merencanakan
dan menciptakan unit-unit pembelajaran baik yang sederhana maupun yang
kompleks.
d. Implementation Stage
Tahapan implementasi terjadi apabila PBW
sudah siap digunakan oleh peserta didik. Tahapan implementasi ini dapat
dilakukan dalam dua tahapan lagi yaitu implementasi awal dan implementasi
penuh.
1) Initial Implementation
Implementasi awal ini merupakan bagian dari
desain secara simultan. Hal ini juga bagian dari evaluasi formatif yang
memungkinkan desainer mendapat hasil uji lapangan yang benar-benar actual
dengan audiens yang nyata. Selain itu juga pada tahap ini dapat dilihat
perbedaan antara model DPBW dengan model desain pembelajaran lainnya.
2) Full Implementation
Dalam implementasi penuh ditekankan pada
hubungan antar berbagai komponen atau aspek seperti sumber daya manusia dan
manajemen. Implementasi penuh terjadi bila semua revisi utama telah dilengkapi
dan PBW telah dapat didesiminasikan pada audiens yang lebih besar (Gagne, dkk:
1992). Dalam implementasi penuh hanya ada dua aspek yang paling penting yaitu
sumber daya manusia dan manajemen.
Sumber daya manusia merupakan kelengkapan penting untuk
membangun komunitas belajar yang dilaksanakan oleh tim implementasi. Tim ini
mencakup instruktur, peserta didik, dukungan teknisi, dan administrasi serta
mentor.
Manajemen diperlukan untuk memelihara PBW tetap
berjalan sepanjang waktu tanpa hambatan. Dukungan manajemen diperlukan untuk
meng-apdate websaite secara rutin, menyiapkan link aktif, meng-upgrade
software dan berbagai utilitas lainnya.
Berdasarkan paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa evaluasi sumatif dirancang secara silkus selama proses
perancangan, kemudian PBW diimplementasikan dalam waktu tertentu. Tujuan
evaluasi sumatif adalah apakah PBW masih dibutuhkan atau masih efektif.
Prosedur evaluasi formatif didasarkan pada rencana awal yang diusulkan oleh
desainer selama masa perencanaan. Dalam PBW evaluasi formatif menjadi sebuah bentuk
penelitian yang diawali dengan riset, laporan tentang proses, hasil dan
rekomendasi yang dipersiapkan bagi stakeholder untuk membantunya membuat
keputusan tentang masa depan penggunaan PBW.
Model DPBW merupakan sebuah pendekatan
terpadu yang menekankan bahwa desain PBW, pengembangan dan implementasi sesuai
dengan tujuan pembelajaran dan juga dibutuhkan oleh peserta didik dan sekolah.
Oleh karena itu, merencanakan PBW adalah sebuah desain yang kompleks dan
memadukan antara desain pembelajaran yang umum berlaku dan menggunakan Web
sebagai media penting untuk menyampaikan pesan.
E. KONSEP BELAJAR JARAK JAUH
Konsep yang melandasi DPBW adalah
pendidikan jarak jauh (Distance Learning). Artinya pendekatan yang
digunakan dalam mendisain PBW didasarkan pada konsep pendidikan jarak jauh.
Implikasinya terhadap DPBW adalah bahwa DPBW dirancang dengan menerapkan
kaidah-kaidah pembelajaran jarak jauh.
Schlosser dan Anderson (1994) menyatakan
mendefinisikan kembali peran pendidikan jarak jauh dalam kaitannya dengan penerapan
teknologi, masalah desain, metode dan strategi untuk meningkatkan
interaktivitas dan belajar aktif, karakteristik peserta didik, dukungan peserta
didik, masalah operasional, kebijakan dan isu-isu pengelolaan, pemerataan dan
aksesibilitas, dan biaya /manfaat merupakan sesuatu yang penting untuk
dilakukan.
Definisi ulang diperlukan untuk membuat
pembelajaran jarak jauh dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang
terjadi dalam teknologi dan informasi. Ini termasuk mendefinisikan kembali
peran kunci peserta didik, seleksi dan penerapan teknologi, masalah desain,
strategi untuk meningkatkan interaktivitas da aktivitas belajar , karakteristik
pelajar, pelajar dukungan, masalah operasional, kebijakan dan isu-isu
pengelolaan, pemerataan dan aksesibilitas.
Membahas metode-metode dan strategi untuk
merancang dan memberikan pembelajaran jarak jauh dibutuhkan untuk menggambarkan
karakteristik peserta didik, cara mereka belajar, factor- factor yang
mempengaruhi keberhasilan, dan system dukungan yang tersedia. Selain itu juga
perlu diketahui tentang masalah operasional, termasuk adopsi teknologi dan
mendefinisikan peran berbagai komponen termasuk personalia pendukung.
Rasmussen & Shivers (2003) menjelaskan
perbedaan antara Distance Learning dan bukan Distance Learning
dengan gambaran sebagai berikut :
|
|
Lokasi
|
|
|
|
Sama
|
Berbeda
|
Waktu
|
Sama
|
Bukan Pendidikan Jarak Jauh
|
Pendidikan Jarak Jauh
|
Berbeda
|
Pendidikan Jarak Jauh
|
Pendidikan Jarak Jauh
|
Gambar 37. Perbedaan Waktu dan Lokasi dalam
BJJ
Ada
dua fungsi yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menyatakan perbedaan
pendidikan jarak jauh atau bukan yaitu waktu dan lokasi antara pendidik dan
peserta didik atau antara sender dan receiver pesan.
Pertama,
apabila pembelajaran terjadi dalam waktu dan lokasi yang sama, maka itu bukan
pembelajaran jarak jauh. Kedua, jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam
waktu yang sama tetapi pada lokasi yang berbeda, maka ia termasuk kelompok
pembelajaran jarak jauh.
Ketiga,
jika pembelajaran dilaksanakan dalam waktu yang berbeda dan lokasi yang sama,
maka pembelajarannya dikategorikan pada pembelajaran jarak jauh.
Keempat,
apabila pembelajaran dilaksanakan pada waktu dan lokasi yang berbeda, maka
dikelompokkan pada pembelajaran jarak jauh.
Berdasarkan
uraian di atas, jika waktu dan lokasi dijadikan sebagai dasar pertimbangan,
maka hanya satu yang bukan pembelajaran jarak jauh yaitu pembelajaran yang
dilaksanakan pada waktu dan tempat yang sama. Oleh karena itu, pengertian
pembelajaran jarak jauh juga harus memenuhi ketiga variasi fungsi dari waktu
dan lokasi pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar